Latar belakang Tragedi Harrah
Berawal dari tragedi Karbala yang menewaskan para Ahlul
Bait termasuk al Husein, umat islam di Madinah menjadi muak dan benci akan
pemerintahan Yazid, ditambah lagi berhembusnya kabar tidak sedap mengenai
tingkah laku Yazid yang tidak mencerminkan seorang khalifah. Ia di kabarkan semenjak
menjadi Khalifah sebagai sosok yang sering meniggalkan sholat, peminum khamer, menikahi
anak perempuannya sendiri dan melakukan perbuatan maksiat lainnya, Sehingga umat
islam di jazirah Arab khusunya Madinah dan Mekah bertambah benci pada Yazid. Puncak kebencian itu berujung
dengan pencabutan Baiat sebagian penduduk Madinah pada Yazid dan pembaitan
Abdullah ibnu Zubair sebagai Khalifah mengantikan Yazid.[1]
Kejadian Pencabutan baiat oleh gerakan oposisi ini dilakukan secara serentak di
mimbar Masjid Nabawi, meraka menjadikan pelepasan Imamah ( sorban ) dan sandal
sebagai symbol akan pencabutan Baiat pada Yazid. Sehingga pada waktu itu, mimbar
masjid Nabawi dipenuhi dengan imamah dan sandal mereka. Namun di tengah-tengah kejadian itu, terdapat pula
para sahabat senior yang tidak mau
mencabut Baiat pada Yazid dengan alasan ia tetap pantas menduduki kursi
khalifah seperti Ali bin Husain, Abdullah bin Umar bin Khattab, dan
keluarganya.
Kebencian gerakan oposisi tidak hanya sampai di situ, mereka
juga berkumpul untuk mengusir gubernur Yazid di Madinah, Ustman ibnu Muhammad
ibnu Abu Sufyan sekaligus keturunan Bani Umayyah dari Madinah yang berjumlahnya
kurang lebih 1000. karena merasa terancam, Marwan bin Hakam sebagai tokoh dari
Bani Umayyah mengirimkan surat pada Yazid melewati Hubaib bin Kurrah dengan
tujuan supaya Yazid segera mengirimkan bala
tentara untuk melawan gerakan oposisi
Tragedi Harrah
Setelah mendengar
kabar yang terjadi di Madinah, Yazid menjadi murka karena keturuna Bani Umayyah
yang berjumlah 1000 itu tidak bisa melawan gerakan oposisi. Selanjutnya ia menyiapkan
tentara sejumlah 10.000 untuk melulantahkan gerakan oposisi di Madinah dan memilih Amr bin
Sa'id sebagai pimpinan tentara. Namun Amr bin Sa'id menolak dan memilih untuk
tidak ikut berperang dengan alasan merasa berat untuk menghadapi musuh dari
golongan Quraisy. Pada akhirnya pilihan Yazid jatuh pada Muslim bin Uqbah –
yang saat itu dalam keadaan sakit - sebagai pimpinan tentaranya setelah ingat
pesat dari Muawaiyah sebelum wafat.[2]
Sebelum tentara
tersebut diberangkatkan, Yazid memberikan hadiah kepada setiap tentara sejumlah
4 Dinar sekaligus memberikan pesan kontroversial yang tidak pernah terjadi
dalam sejarah islam sebelumnya. Hal itu dengan tujuan memotivasi para tentara
agar bisa mengghanjurkan gerakan oposisi di Madinah. Isi pesan itu berbunyi
" ajaklah mereka ( gerakan oposisi ) untuk membaiat dan toat padaku
dalam jangka waktu 3 hari tanpa ada peperangan.
bila mereka mau, maka jagalah mereka. Tapi bila mereka tetap dalam
pendiriannya, maka perangi mereka. bila kemenangan berada dipihak kalian, maka aku
halalkan seluruh isi kota Madinah untuk
dirimu dan tentaramu. Dan jaganlah kalian semua memerangi Ali bin Husain "[3].
baru setelah itu, tentara di bawah komando ibnu Uqbah berangkat ke Madinah.
selain mengirimkan tentara di bawah komando Muslim bi Uqbah, Yazid juga ingin
mengirimkan tentara untuk memerangi Ibnu Zubair di Mekkah dan memerintahkan
Abdullah bin Ziyad sebagai komando tentara. Namun keinginan itu gagal karena
ibnu Ziyad menolak dengan alasan tidak mau berperang karena masih menyesal
telah membunuh cucu Rasul. dan akhirnya Yazid memrintahkannya ibnu Uqbah bila
selesai memerangi gerakan oposisi di Madinah untuk ke Mekkah.
Sesampainya di
Madinah, tentara tersebut bertemu dengan keturunan Bani Umayyah yang diusir
dari Madinah. Seketika itu, Malik bin Marwan memberikan informasi taktik perang
untuk bisa menang melawan gerakan oposisi tersebut. Ia memerintahkan tentara
ibnu Uqbah untuk berangkat ke Harrah( bagian timur Madinah ) dan menjadikan
pangkalan serangan dari tempat itu. Mendengar kabar tentara Yazid sampai di
Harrah, gerakan oposisi berkumpul untuk menuju Harrah. Sesuai pesan Yazid, ibnu
Uqbah tidak langsung memerangi mereka. Ia mengajak gerakan oposisi tersebut
yang dikomandani oleh Abdullah bin Handzolah untuk kembali toat di bawah
pemerintahan Yazid selama 3 hari. Namun sayangnya, dalam jangka waktu yang
ditetapkan, mereka tetap pada pendiriannya banhkan lebih memilih perang
dibandingkan tunduk pada Yazid.
Karena gerakan
opoisisi tetap pada pendiriannya, ibnu Uqbah dan tentaranya terpaksa meluncurkan
serangan untuk melulantahkan gerekan oposisi tersebut. Maka berkecamuklah perang yang sangat dahsyat dan
kemudian dikenal dengan sebutan "Perang Harrah" pada hari Rabu 2 Dzul
Hijjah tahun 63.
Dengan keganasan
tentara ibnu Uqbah, akhirnya ibnu Uqbah berhasil memenangkan pertempuran dan
melululantahkan musuh yang di komandani Abdullah bin Handzolah. Banyak korban
yang gugur dalam pertempuran ini diantaranya adalah Abdullah bin Handzolah,
Abdullah bin Muthi' dan ketujuh putranya, Muhammad bin Sabit dan Muhammad bin
Amr bin Hazm.
Ibahat Madinah, Catatan Hitam Untuk
Yazid
Setelah berhasil memenangkan pertempuran di Harrah, Ibnu
Uqbah dan tentaranya memasuki kota Madinah. Ia melakukan Ibahat (
menghalalkan ) semua isi kota Madinah selama 3 hari sebagaimana pesan dari
Yazid. Ibnu Uqbah memerintahkan semua tentaranya untuk berbuat sesuka hati
selama 3 hari di Madinah, semua hal yang sebelumnya haram menjadi halal. sehingga
dari Ibahat itu, kota Madinah menjadi
kota yang porak poranda dan lautan darah. Tentara Ibnu Uqbah membunuh setiap
orang yang mereka jumpai dengan sadis, merampas harta-harta penduduk Madinah.
Tercatat sebanyak 4000 orang yang terdiri dari sisa-sisa sahabat Muhajirin dan
Anshar dan Tabi'in senior menjadi korban kekejaman tentara ibnu Uqbah diantara
mereka adalah Abdullah bin Zaid, Muhammad bin Abi Ka'ab, Muad bi Harits, Ya'qub
dan lainnya. Diceritakan pula bahwa disaat terjadi Ibahat itu, kuda-kuda
tentara ibnu Uqbah berkeliling di dalam Masjid Nabawi dan mengotori Raudah
( tempat diantara makam dan Mimbar Rasul ) dengan kencing dan kotoran kuda.
Tindakan sporadis dan keganasan tentara Ibnu Uqbah
tidak berakhir sampai di situ, mereka juga melampiaskan nafsu birahinya dengan memerkosa
wanita-wanita Madinah dengan dalih semua yang ada di Madinah sudah mendapat
legitimasi halal dari Yazid. Dari perbuatan bejat itu, disebutkan bahwa sebanyak
1000 wanita Madinah lahir tanpa suami pasca Ibahat Madinah.[4]
Demikian kejadian-kejadian tragis dan mengenaskan di
Madinah yang dimotori oleh pesan Ibahat Yazid pada tentaranya. Hal
semacam itu, merupakan tradisi Romawi ketika berhasil menaklukan sebuah kota
maka tentara mereka diperkenankan melakukan sesuka hati di kota taklukan itu.
pesan Ibahat tersebut adalah kesalahan fatal dan keji yang dilakukan
Yazid. Ia rela menghalalkan semua isi kota Madinah demi mempertahankan kursi
Khalifah dan menghabisi semua orang yang memberontak pada pemerintahanya[5].
Sebuah kejadian yang sangat mengenaskan dan mungkin satu-satunya yang terjadi
dalam pentas layar sejarah Islam. Kejadian itu menjadikan catatan hitam dalam
sejarah islam sekaligus catatan hitam untuk sosok Yazid.
Abd Rahim FA
[1] Jaladuddin Asy Suyuthi, Tarikhul Khulafa', hlm
190, Darul fikr.
[2] Ibnu Jarir ath Thabari, tarikhul Umam wa al mulk, jilid 6. hlm 415.
Darul Fikr.
[3] Ibnu Katsir , al Bidayah wa an Nihayah, jilid 4 hlm 227.Darul Kutub.
[4] Ibnu Katsir , al Bidayah wa an Nihayah, jilid 4 hlm 227 .Darul
Kutub
[5] Demikian komentar Ibnu Katsir dalam al Bidayah wa an Nihayah, jilid
4 hlm 230.
1 komentar:
Click here for komentarwww.rohmatullahadny.blogspot.com
ConversionConversion EmoticonEmoticon