MENYOAL PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JOKOWI[1]

 1 tahun lebih duet Jokowi – JK memimpin bangsa ini. Masyarakat Indonesia berharap besar kepada pasangan pemimpin ini untuk  bisa memberikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi bangsa. Presiden dengan ciri khas “blusukan” ini memang diekpektasikan pro rakyat dan bisa mensejahterakan rakyat indonesia. Namun faktanya, selama satu tahun memimpin kendali pemerintahan, Jokowi-JK belum bisa memberikan perubahan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia. Bahkan  Jokowi-JK dianggap gagal pada tahun pertama dalam memimpin bangsa khususnya dalam bidang ekonomi. 


REALITA EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA 

Berbicara ekonomi di masa kepemimpinan Jokowi-JK, akan banyak ditemukan data,fakta dan realita yang mengindikasikan bahwa ekonomi bangsa ini sedang mengalami banyak masalah bahkan kemunduran. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 tidak stabil dan tidak bisa mencapai target yang telah ditentukan yaitu 5%-5,4%.Padahal  BI sudah 2 kali merevisi target pertumbuhn ekonomi karena efek kondisi ekonomi yang tidak menentu. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2015 terhadap triwulan III-2014 (y-on-y) tumbuh 4,73 persen meningkat dibanding triwulan II-2015 yang tumbuh 4,67 persen, namun melambat dibanding capaian triwulan III-2014 yang tumbuh 4,92 persen. Periode triwulan sebelumnya, Ekonomi Indonesia triwulan II-2015 terhadap triwulan II-2014 (y-on-y) 4,67 persen, melambat dibanding capaian triwulan II-2014 yang tumbuh 5,03 persen dan triwulan I-2015 yang tumbuh 4,72 persen. (BPS)
Dari tingkat pengangguran, badan pusat statistik (BPS) merilis bahwa tingkat pengangguran terbuka ( TPT ) Indonesia semakin meningkat dari periode Februari 2015 sampai Agustus 2015. Agustus 2015 sebesar 6,18 persen meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen) dan TPT Agustus 2014 (5,94 persen). Selama setahun terakhir ini (Agustus 2014–Agustus 2015) kenaikan penyerapan tenaga kerja terjadi terutama di sektor konstruksi sebanyak 930 ribu orang (12,77 persen), sektor perdagangan sebanyak 850 ribu orang (3,42 persen), dan sektor keuangan sebanyak 240 ribu orang (7,92 persen). Dengan begitu, tingkat kemiskinan juga naik dari 10,96 persen pada September 2014 menjadi 11,5 persen pada Maret 2015.Ketimpangan pendapatan semakin melebar. INDEF memperkirakan indeks gini ratio mengalami peningkatan dari 0,41 menjadi 0,42. (indef.or.id) 
Selain itu, masalah PHK menjadi masalah sistemik yang belum terselesaikan. Data yang dirilis kementrian tenaga kerja dan transmigrasi sampai 28 september menyebutkan bahwa ada sejumlah 43.085 orang di Indonesia telah di PHK akibat kondisi ekonomi indonesia yang buruk. Selain data tersebut, kementrian tenaga kerja dan transmigrasi juga menyebutkan masih ada sejumlah 6.496 orang yang berpotensi di PHK bila kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Tentunya hal ini akan semakin memperbanyak daftar tingkat kemiskinan di Indonesia. 
Tak hanya sampai di situ masalah ekonomi bangsa ini, kondisi ekonomi Indonesia yang memburuk juga berdampak negative kepada pendapatan Negara Indonesia. Pendapatan Negara yang menggandalkan pajak harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah patut hawatir dengan realisasi pajak sampai 4 November 2015. Sebab realisasi penerimaan pajak masih jauh dari target penerimaan pajak 2015 padahal tahun 2015 tinggal 2 bulan lagi. Data yang dirilis menyebutkan bahwa Per tanggal 4 November realisasi pajak 2015 baru mencapai Rp 774,4 triliun atau 59,8 persen dari total target penerimaan pajak 2015 senilai Rp 1.294,3 triliun. Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan penerimaan pajak terbesar dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas senilai Rp 400,4 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPn Barang Mewah (PPnBM) senilai Rp 311,9 triliun. Sedangkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Rp 13,8 triliun, PPh migas Rp 43,7 triliun, serta pajak lainnya senilai Rp 4,4 triliun. Tak hanya itu, Sigit juga memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun nanti hanya bisa mencapai sekitar 87-88 persen dari target[2]. Artinya, selisih antara realisasi dengan target (shortfall) penerimaan pajak mencapai Rp 155 triliun. Dampaknya tentu saja akan mengganggu penerimaan negara dan membengkaknya defisit anggaran tahun ini yang ditargetkan 2,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JOKOWI-JK
Melihat realita ekonomi Indonesia yang semakin lesu dan memburuk, presiden Jokowi melakukan berbagai tindakan untuk menangulangi massalah ekonomi. Salah satunya, komitmen pemerintah untuk mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Dalam hal ini, presiden, wakil presiden dan menteri kabinet kerja memimpin langsung pelaksanaan paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ekonomi JOKOWI-JK: 
  • Paket kebijakan ekonomi tahap 1 meliputi 3 hal:
  1. Mendorong daya saing indutri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian usaha 
  2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan. 
  3. Meningkatkan investasi di sector properti dengan mengeluarkan kebijakan yang mendorong pembangunan perumahan. 
  • Paket kebijakan ekonomi tahap 2 meliputi : 
  1. Pengurusan izin investasi di kawasan industri hanya 3 jam 
  2. Pemangkasan tahap perizinan di KLH dan kehutanan, 14 menjadi 6 tahap. 
  3. Urus tax allowance max 25 hari 
  4. Urus tax holiday max 25 hari 
  5. Impor alat transportasi bebas ppn melalui PP 69 2015 
  6. Insentif pengurangan pajak bunga deposito 
  • Paket kebijakan ekonomi tahap 3 meliputi : 
  1. Penurunan harga bbm, listrik dan gas 
  2. Menurunkan bunga KUR dari 22% menjadi 12% dan memperluas penerima KUR 
  • Paket kebijakan ekonomi tahap 4 meliputi  
  1. Peningkatan Kesejahteraan Pekerja melalui PP 78 2015 tentang pengupahan.  
  2. Kebijakan KUR yang Lebih Murah dan Meluas 
  3. Mendorong Ekspor Untuk Mencegah PHK 
  • Paket kebijakan ekonomi tahap 5 meliputi : 
  1. Revaluasi asset untuk keringanan pajak 
  2. Menghilangkan pajak berganda ( sector real estate, property dan infrastruktur)  
  3. Mempermudah perizinan produk bank syariah 
MENYOAL PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JOKOWI-JK

Mengamati paket kebijakan ekonomi JOKOWI-JK dari tahap 1 sampai 5 akan dihadapkan kepada realita bahwa arah paket-paket kebijakan ekonomi ini terkesan untuk mengakomodir kepentingan investor dan pengusaha besar bukan memberi solusi bagi masyarakat kecil yang terkena imbas merosotnya perekonomian nasional. Sekalipun memang ada beberapa poin paket kebijakan ekonomi yang bisa dirasakan masyarakat bawah.  Tapi sebagian besar isi paket  kebijakan dari pemerintah bukan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang utama. Pada saat ini masalah utama yang dihadapi masyarakat adalah soal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pendapatan yang menurun, sehingga terjadi penurunan dalam daya beli.
 Dari data yang dirilis kementerian tenaga keja dan trasnmigrasi sampai 28 september menyebutkan bahwa ada sejumlah 43.085 orang di Indonesia telah di PHK akibat kondisi ekonomi indonesia yang buruk. Selain data tersebut, kementrian tenaga kerja dan transmigrasi juga menyebutkan masih ada sejumlah 6.496 orang yang berpotensi di PHK bila kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Dari realita itu, Pemerintah berupaya memperbaiki pelemahan ekonomi nasional dengan mendorong kemudahan investasi, kemudahan di sektor industri dan mewujudkan iklim ekonomi yang kondusif. Contohnya  pemerintah berusaha memberikan kemudahan  dengan deregulasi ala jokowi dan birokrasi investasi. Harapannya dengan hal itu dapat tercipta lapangan kerja baru. Akan tetapi, itu hanya sebatas harapan yang belum tentu nantinya terealisasi atau menjadi solusi. Sekalipun terealisasi, itu untuk jangka panjang bukan untuk menjawab jeritan rakyat akibat kondisi ekonomi saat ini.
Disamping itu semua, pemerintah nampaknya masih Belum memberikan perhatian yang serius terhadap para pelaku UMKM di Indonesia. Sedangkan salah satu kekuatan dan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis adalah ketahanan dan kekuatan sektor UMKM seperti yang terjadi pada 1997-1998. Dari paket-paket kebijakan ekonomi tersebut hanya paket kebijakan ekonomi tahap ketiga yang memang bisa dirasakan langsung oleh UMKM sekalipun tidak begitu signifikan. Padahal seharusnya pemerintah harus memberikan kebijakan yang strategis terkait keberlangsungan dan kemajuan UMKM. Dari data yang diriliis oleh BPS pada tahun 2012 ada sekitar 56 534 592 juta UMKM di Indonesia. Seluruh usaha tersebut memberikan kontribusi dalam PDB sebesar 57,9 persen dan kontribusi penyerapan tenaga kerja 97,2 persen ( BPS). Dari kontribusi besar ini pemerintah harus lebih mementingkan UMKM saat kondisi ekonomi kian lesu. Tidak hanya sebatas menurunkan tingkat bunga KUR tapi jauh lebih dari itu khususnya langkah-langkah konkrit dalam mempersiapkan UMKM di MEA mendatang.
SOLUSI EKONOMI BANGSA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
Setelah mengamati isi paket kebijakan ekonomi tahap 1 sampai 5 dan efeknya terhadap kesejahteraan masyarakat secara khusus dan ekonomi makro secara umum, dapat disimpulkan bahwa paket kebijakan ekonomi tersebut kurang efektif dan terkesan berpihak kepada kebelangsungan investor atau pengusaha besar dan mengesampingkan kesejahteraan masyarakat. Alhasil, kondisi ekonomi tak kunjung membaik khususnya untuk menghadapi persaingan di MEA.
Terkait hal di atas, tentu dibutuhkan langkah-langkah konkrit solusi pemerintah yang memang bisa dirasakan masyarakat langsung dan bisa memperbaiki kondisi ekonomi baik itu jangka pendek atau jangka panjang. Oleh karenanya, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah untuk melengkapi paket kebijakan sebelumnya dan memperbaiki permasalahan ekonomi bangsa ini:
  1. Menerbitkan sukuk untuk menutupi defisit anggaran akibat realisasi pajak yang tidak sampai target. Dengan realisasi pajak sampai 4 November yang hanya  59,8 persen dari total target penerimaan pajak 2015 senilai Rp 1.294,3 triliun, tentu pemerintah harus mencari dana lain.  
  2. Pemerintah harus memberikan perhatian besar dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang focus penguatan UMKM. Tidak hanya sebatas penguatan modal dengan menurunkan tingkat suku Bungan KUR tapi juga harus memberikan pendampingan dan  pelatihan terkait manajemen pencatatan dan marketing. Sebab kontribusi UMKM terhadap PDB lebih dari 50%. 
  3. Menghilangkan suku bunga dalam KUR dan menggantinya dengan pinjaman murni tanpa bunga ( qard : dalam istilah ekonomi islam ). Dengal hal ini, akan menggenjot produktifitas masyarakat. 
  4. Pemerintah harus mengeluarkan paket kebijakan ekonomi terkait kemudahan izin produk  lembaga keuangan syariah-tidak hanya perbankan syariah- seperti BMT, KJKS, Koperasi syariah dll. Sebab masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak tersentuh perbankan khususnya di pedesaan. Dengan kemudahan itu diharapkan bisa merangkul dan mengakomodir masyarakat desa dalam kebutuhan modal.
 

             





[1] Ditulis oleh Abd Rohim, Presma STEI Tazkia dalam acara forum kajian mahasiswa di Universitas Islam Bandung pada hari Sabtu tanggal 28 November.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment