1
tahun lebih duet Jokowi – JK memimpin bangsa ini. Masyarakat Indonesia berharap
besar kepada pasangan pemimpin ini untuk
bisa memberikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi bangsa. Presiden
dengan ciri khas “blusukan” ini memang diekpektasikan pro rakyat dan bisa
mensejahterakan rakyat indonesia. Namun faktanya, selama satu tahun memimpin
kendali pemerintahan, Jokowi-JK belum bisa memberikan perubahan yang diharapkan
oleh masyarakat Indonesia. Bahkan
Jokowi-JK dianggap gagal pada tahun pertama dalam memimpin bangsa
khususnya dalam bidang ekonomi.
REALITA EKONOMI
DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA
Berbicara
ekonomi di masa kepemimpinan Jokowi-JK, akan banyak ditemukan data,fakta dan
realita yang mengindikasikan bahwa ekonomi bangsa ini sedang mengalami banyak
masalah bahkan kemunduran. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi
Indonesia 2015 tidak stabil dan tidak bisa mencapai target yang telah
ditentukan yaitu 5%-5,4%.Padahal BI sudah
2 kali merevisi target pertumbuhn ekonomi karena efek kondisi ekonomi yang
tidak menentu. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2015 terhadap triwulan
III-2014 (y-on-y) tumbuh 4,73 persen meningkat dibanding triwulan II-2015 yang
tumbuh 4,67 persen, namun melambat dibanding capaian triwulan III-2014 yang
tumbuh 4,92 persen. Periode triwulan sebelumnya, Ekonomi Indonesia triwulan
II-2015 terhadap triwulan II-2014 (y-on-y) 4,67 persen, melambat dibanding
capaian triwulan II-2014 yang tumbuh 5,03 persen dan triwulan I-2015 yang tumbuh
4,72 persen. (BPS)
Dari tingkat pengangguran, badan pusat statistik (BPS) merilis
bahwa tingkat pengangguran terbuka ( TPT ) Indonesia
semakin meningkat dari periode Februari 2015 sampai Agustus 2015. Agustus 2015 sebesar 6,18 persen
meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen) dan TPT Agustus 2014 (5,94
persen). Selama setahun terakhir ini (Agustus 2014–Agustus 2015) kenaikan
penyerapan tenaga kerja terjadi terutama di sektor konstruksi sebanyak 930 ribu
orang (12,77 persen), sektor perdagangan sebanyak 850 ribu orang (3,42 persen),
dan sektor keuangan sebanyak 240 ribu orang (7,92 persen). Dengan begitu, tingkat kemiskinan juga naik
dari 10,96 persen pada September 2014 menjadi 11,5 persen pada Maret
2015.Ketimpangan pendapatan semakin melebar. INDEF memperkirakan indeks gini
ratio mengalami peningkatan dari 0,41 menjadi 0,42. (indef.or.id)
Selain itu, masalah PHK menjadi masalah
sistemik yang belum terselesaikan. Data yang dirilis kementrian tenaga kerja
dan transmigrasi sampai 28 september menyebutkan bahwa ada sejumlah 43.085
orang di Indonesia telah di PHK akibat kondisi ekonomi indonesia yang buruk.
Selain data tersebut, kementrian tenaga kerja dan transmigrasi juga menyebutkan
masih ada sejumlah 6.496 orang yang berpotensi di PHK bila kondisi ekonomi
tidak kunjung membaik. Tentunya hal ini akan semakin memperbanyak daftar
tingkat kemiskinan di Indonesia.
Tak
hanya sampai di situ masalah ekonomi bangsa ini, kondisi ekonomi Indonesia yang
memburuk juga berdampak negative kepada pendapatan Negara Indonesia. Pendapatan
Negara yang menggandalkan pajak harus mendapat perhatian serius dari
pemerintah. Pemerintah patut hawatir dengan realisasi pajak sampai 4 November 2015.
Sebab realisasi penerimaan pajak masih jauh dari target penerimaan pajak 2015
padahal tahun 2015 tinggal 2 bulan lagi. Data yang dirilis menyebutkan bahwa Per
tanggal 4 November realisasi pajak 2015 baru mencapai Rp 774,4 triliun atau
59,8 persen dari total target penerimaan pajak 2015 senilai Rp 1.294,3 triliun. Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi
Pramudito mengatakan penerimaan pajak terbesar dari Pajak Penghasilan (PPh)
nonmigas senilai Rp 400,4 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPn
Barang Mewah (PPnBM) senilai Rp 311,9 triliun. Sedangkan penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan Rp 13,8 triliun, PPh migas Rp 43,7 triliun, serta pajak lainnya
senilai Rp 4,4 triliun. Tak hanya itu, Sigit juga memperkirakan penerimaan
pajak hingga akhir tahun nanti hanya bisa mencapai sekitar 87-88 persen dari
target[2]. Artinya, selisih antara
realisasi dengan target (shortfall) penerimaan pajak mencapai Rp 155
triliun. Dampaknya tentu saja akan mengganggu penerimaan negara dan
membengkaknya defisit anggaran tahun ini yang ditargetkan 2,3 persen dari
produk domestik bruto (PDB).
PAKET KEBIJAKAN
EKONOMI JOKOWI-JK
Melihat
realita ekonomi Indonesia yang semakin lesu dan memburuk, presiden Jokowi
melakukan berbagai tindakan untuk menangulangi massalah ekonomi. Salah satunya,
komitmen pemerintah untuk mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Dalam hal ini,
presiden, wakil presiden dan menteri kabinet kerja memimpin langsung pelaksanaan
paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ekonomi JOKOWI-JK:
- Paket kebijakan ekonomi tahap 1 meliputi 3 hal:
- Mendorong daya saing indutri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian usaha
- Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan.
- Meningkatkan investasi di sector properti dengan mengeluarkan kebijakan yang mendorong pembangunan perumahan.
- Paket kebijakan ekonomi tahap 2 meliputi :
- Pengurusan izin investasi di kawasan industri hanya 3 jam
- Pemangkasan tahap perizinan di KLH dan kehutanan, 14 menjadi 6 tahap.
- Urus tax allowance max 25 hari
- Urus tax holiday max 25 hari
- Impor alat transportasi bebas ppn melalui PP 69 2015
- Insentif pengurangan pajak bunga deposito
- Paket kebijakan ekonomi tahap 3 meliputi :
- Penurunan harga bbm, listrik dan gas
- Menurunkan bunga KUR dari 22% menjadi 12% dan memperluas penerima KUR
- Paket kebijakan ekonomi tahap 4 meliputi
- Peningkatan Kesejahteraan Pekerja melalui PP 78 2015 tentang pengupahan.
- Kebijakan KUR yang Lebih Murah dan Meluas
- Mendorong Ekspor Untuk Mencegah PHK
- Paket kebijakan ekonomi tahap 5 meliputi :
- Revaluasi asset untuk keringanan pajak
- Menghilangkan pajak berganda ( sector real estate, property dan infrastruktur)
- Mempermudah perizinan produk bank syariah
MENYOAL PAKET
KEBIJAKAN EKONOMI JOKOWI-JK
Mengamati paket kebijakan ekonomi
JOKOWI-JK dari tahap 1 sampai 5 akan dihadapkan kepada realita bahwa arah
paket-paket kebijakan ekonomi ini terkesan untuk mengakomodir
kepentingan investor dan pengusaha besar bukan memberi solusi bagi masyarakat
kecil yang terkena imbas merosotnya perekonomian nasional. Sekalipun memang ada
beberapa poin paket kebijakan ekonomi yang bisa dirasakan masyarakat
bawah. Tapi sebagian besar isi paket kebijakan dari pemerintah bukan untuk
menyelesaikan permasalahan ekonomi yang utama. Pada saat ini masalah utama yang
dihadapi masyarakat adalah soal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pendapatan
yang menurun, sehingga terjadi penurunan dalam daya beli.
Dari data yang dirilis kementerian tenaga keja dan trasnmigrasi sampai 28 september menyebutkan bahwa ada
sejumlah 43.085 orang di Indonesia telah di PHK akibat kondisi ekonomi
indonesia yang buruk. Selain data tersebut, kementrian tenaga kerja dan
transmigrasi juga menyebutkan masih ada sejumlah 6.496 orang yang berpotensi di
PHK bila kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Dari realita itu, Pemerintah berupaya
memperbaiki pelemahan ekonomi nasional dengan mendorong kemudahan investasi,
kemudahan di sektor industri dan mewujudkan iklim ekonomi yang kondusif. Contohnya pemerintah berusaha memberikan kemudahan dengan deregulasi ala jokowi dan birokrasi
investasi. Harapannya dengan hal itu dapat tercipta lapangan kerja baru. Akan
tetapi, itu hanya sebatas harapan yang belum tentu nantinya terealisasi atau
menjadi solusi. Sekalipun terealisasi, itu untuk jangka panjang bukan untuk
menjawab jeritan rakyat akibat kondisi ekonomi saat ini.
Disamping itu semua, pemerintah nampaknya masih Belum memberikan
perhatian yang serius terhadap para pelaku UMKM di Indonesia. Sedangkan salah
satu kekuatan dan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis adalah
ketahanan dan kekuatan sektor UMKM seperti yang terjadi pada 1997-1998. Dari
paket-paket kebijakan ekonomi tersebut hanya paket kebijakan ekonomi tahap
ketiga yang memang bisa dirasakan langsung oleh UMKM sekalipun tidak begitu signifikan.
Padahal seharusnya pemerintah harus memberikan kebijakan yang strategis terkait
keberlangsungan dan kemajuan UMKM. Dari data yang diriliis oleh BPS pada tahun
2012 ada sekitar 56 534
592
juta UMKM di Indonesia. Seluruh usaha tersebut memberikan kontribusi dalam PDB
sebesar 57,9 persen dan kontribusi penyerapan tenaga kerja 97,2 persen ( BPS).
Dari kontribusi besar ini pemerintah harus lebih mementingkan UMKM saat kondisi
ekonomi kian lesu. Tidak hanya sebatas menurunkan tingkat bunga KUR tapi jauh lebih
dari itu khususnya langkah-langkah konkrit dalam mempersiapkan UMKM di MEA
mendatang.
SOLUSI EKONOMI BANGSA
UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
Setelah mengamati isi paket
kebijakan ekonomi tahap 1 sampai 5 dan efeknya terhadap kesejahteraan
masyarakat secara khusus dan ekonomi makro secara umum, dapat disimpulkan bahwa
paket kebijakan ekonomi tersebut kurang efektif dan terkesan berpihak kepada
kebelangsungan investor atau pengusaha besar dan mengesampingkan kesejahteraan
masyarakat. Alhasil, kondisi ekonomi tak kunjung membaik khususnya untuk
menghadapi persaingan di MEA.
Terkait hal di atas, tentu
dibutuhkan langkah-langkah konkrit solusi pemerintah yang memang bisa dirasakan
masyarakat langsung dan bisa memperbaiki kondisi ekonomi baik itu jangka pendek
atau jangka panjang. Oleh karenanya, ada beberapa hal yang harus dilakukan
pemerintah untuk melengkapi paket kebijakan sebelumnya dan memperbaiki
permasalahan ekonomi bangsa ini:
- Menerbitkan sukuk untuk menutupi defisit anggaran akibat realisasi pajak yang tidak sampai target. Dengan realisasi pajak sampai 4 November yang hanya 59,8 persen dari total target penerimaan pajak 2015 senilai Rp 1.294,3 triliun, tentu pemerintah harus mencari dana lain.
- Pemerintah harus memberikan perhatian besar dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang focus penguatan UMKM. Tidak hanya sebatas penguatan modal dengan menurunkan tingkat suku Bungan KUR tapi juga harus memberikan pendampingan dan pelatihan terkait manajemen pencatatan dan marketing. Sebab kontribusi UMKM terhadap PDB lebih dari 50%.
- Menghilangkan suku bunga dalam KUR dan menggantinya dengan pinjaman murni tanpa bunga ( qard : dalam istilah ekonomi islam ). Dengal hal ini, akan menggenjot produktifitas masyarakat.
- Pemerintah harus mengeluarkan paket kebijakan ekonomi terkait kemudahan izin produk lembaga keuangan syariah-tidak hanya perbankan syariah- seperti BMT, KJKS, Koperasi syariah dll. Sebab masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak tersentuh perbankan khususnya di pedesaan. Dengan kemudahan itu diharapkan bisa merangkul dan mengakomodir masyarakat desa dalam kebutuhan modal.
[1] Ditulis oleh Abd Rohim, Presma STEI Tazkia dalam acara forum kajian
mahasiswa di Universitas Islam Bandung pada hari Sabtu tanggal 28 November.
ConversionConversion EmoticonEmoticon