Bagaimana Revaluasi Aset dalam Ilmu Fiqh ?






Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi merepresentasikan nilai wajar. Sedangkan revaluasi aset tetap dalam PSAK 16 revisi 2007 disebutkan sebagai salah satu metode penilaian aset tetap.
Jika suatu entitas memilih menggunakan metode revaluasi maka metode ini harus diterapkan secara konsisten oleh perusahaan. Perusahaan tidak boleh hanya menggunakan metode revaluasi sesekali untuk tujuan seperti yang disebutkan di atas, tetapi revaluasi harus dilakukan secara reguler.

Berdasarkan konsep nilai wajar, harga pasar aktif merupakan nilai wajar yang ideal dan memiliki keandalan yang tinggi, karena mudah diverifikasi. Namun jika tidak ada harga pasar aktif, dapat digunakan nilai pasar terkini, harga pasar dari aset serupa, menggunakan pendekatan nilai kini arus kas di masa depan atau dengan metode nilai opsi. Khusus untuk menentukan nilai wajar dalam model revaluasi aset tetap, standar secara eksplisit menyebutkan bahwa nilai tanah, bangunan dilakukan oleh penilai independen yang profesional berdasarkan bukti pasar. Sedangkan nilai wajar pabrik dan peralatan menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai. Nama penilai harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Pembahasan mengenai revaluasi aset banyak ditemukan dalam kitab kitab fiqh seperti dalam pembahasan utang-piutang benda yang mengalami perubahan, pengembalian barang yang di ghosab, jinayah ( kriminal ) dan zakat tijarah ( perdagangan ) hanya saja pembahasan mengenai revaluasi aset ini lebih banyak dijelaskan dalam pembahasan zakat tijarah (perdagangan) dibandingkan dalam pembahasan lainnya. Para ulama fiqh menyebut revaluasi aset dengan istilah taqwim as sil’ah (penilaian aset) sedangkan untuk aset tetap para ulama fiqh menyebutnya dengan istilah ‘urud/sil’ah lil qinyah ( aset tetap ) ( Az Zuhaily,1989 ). Pembahasan penilaian revaluasi aset ini memang banyak disebutkan oleh para ulama empat madzhab dalam pembahasan zakat tijarah ( perdagangan ) dengan tujuan untuk memperoleh berapa besaran zakat yang harus dikeluarkan dalam sebuah entitas bisnis ketika sudah mencapai haul ( satu tahun ) sekaligus bagaimana perlakuan zakat atas berbagai macam aset aset perusahaan.  

Para ulama fiqh mengklasifikasikan pembahasan mengenai revaluasi aset dengan tujuan menghitung besaran zakat yang harus dikeluarkan dalam perdagangan menjadi dua jenis yaitu ‘urud tijarah (Aktiva lancar/Inventori) dan ‘Urud lil Qinyah (aktiva tetap). ‘urud lil qinyah dalam terminologi fiqh merupakan aset yang ditujukan untuk kepentingan menunjang aktifitas bisnis seperti bangunan, tanah dll ( ‘Alisy,1989 : Bujairami,1996 ). Dalam ketentuan perhitungan pembayaran zakat perdagangan, 2 jenis aset tersebut memang mendapat perlakukan yang berbeda. Adapun ‘urud  tijarah ( aset lancar ) dalam fiqh memang harus dilakukan revaluasi/penilaian kembali akibat harga pasar yang berubah berubah. Adapun waktu melakukan revaluasi ‘urud tijarah (aset lancar) tersebut,  fiqh mengatur untuk dilakukan revaluasi/penilaian setiap mencapai haul (satu tahun) dari waktu beroperasinya usaha/bisnis ( Abu ishaq,2003). Hal itu dilakukan agar memperoleh nilai wajar dari semua ‘urud tijarah ( aset tetap ) untuk kemudian melihat  apakah total kekayaan perusahaan/entitas bisnis mencapai satu nishob. Sebab dalam kajian fiqh, ‘urud tijarah (aset lancar)  tergolong aset yang terkena zakat.

Sedangkan untuk ‘urud lil qinyah (aset tetap) seperti tanah, bangunan, para ulama fiqh menggolongkan sebagai aset yang tidak masuk dalam perhitungan zakat kecuali kalau ‘urud tijarah tersebut dikomersialkan seperti disewakan. Konsekuensinya, ketika aset tetap tersebut tidak terkena kewajiban zakat, maka revaluasi aset tetap tidak perlu dilakukan. Sedangkan untuk ‘urud lil qinyah ( Aset tetap ) yang dikomersialkan seperti Aset berupa bangunan, kendaraan atau tanah yang disewakan kepada orang lain, maka aset tersebut harus direvalusi/dinilai untuk mengetahui nilai wajar/pasar aset tersebut untuk kemudian nilai tersebut dijadikan satu dengan aset lain dalam perhitungan zakat ( Ibnu Qudamah,1405 H ).

Adapun standar nilai dalam ilmu fiqh yang dijadikan sebagai panduan atau rujukan dalam melakukan revaluasi aset tijarah dan qinyah adalah nilai pasar (Tsaman al Mistl.) pada saat hari kewajiban zakat ( haul). Ba Alawi dalam Bughiyah al Mustarsyidin menyatakan : yang dianggap dalam metode penilaian ini adalah melihat pada harga yang disenangi (manusia) dalam membeli barang serupa pada saat tiba kewajiban zakat. Pendapat ini juga didukung oleh Al Qurdlowi (1993) yang menyatakan bahwa: Menurut pendapat yang masyhur, penilaian tersebut menggunakan harga sekarang dimana barang itu diperjualbelikan di pasar ketika kewajiban zakat berlaku atasnya. Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid dari Tabi’in dalam masalah barang yang diniatkan untuk diperdagangkan bahwasanya penilaian itu dengan menggunakan taqmim min tsamanihi yauma halat fihi az zakat (harga saat zakat itu telah mencapai haul) kemudian dikeluarkan zakatnya ( Abu Ubaid, 2009 ). Ini adalah pendapat mayoritas fuqoha.  

KESIMPULAN

Pembahasan mengenai revaluasi aset pada dasarnya bukanlah pembahasan yang baru dalam kajian ilmu fiqh. Para ulama fiqh salaf maupun kontemporer ( kholaf ) sudah mengatur dan menjeslaskan panjang lebar mengenai karakteristik aset perdagangan dan konsep penilaian aset ( revaluasi aset) untuk tujuan pembayaran zakat. Sekalipun tujuannya berbeda, revaluasi aset adalah praktik akuntansi yang sudah diatur secara menyeluruh dan komprehensif sekaligus legal dalam ilmu fiqh. 

Referensi : 
  1. Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK) No  16 
  1. Abu Ishaq, Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah ( 2003 ) al Mabda’ Syarh al Muqni’, Dar ‘Alim al Kutub Riyad Arab Saudi
  1. Abu Ubaid Qasim bin Sallam, Al Amwal, 2009, cetakan 1, Dar as Salam, Kairo Mesir
  1. Al Bujairami, Sulaiman bin Muhammad bin Umar As Syafii, Tuhfatul Habib ‘ala Syarh al Khotib, 1996, Dar al Kutub al Ilmiyah, Bairut Lebanon. Cetakan 1
  1. Al Qordhowi, Dr Yusuf, Fiqh az Zakah, Tanpa tahun, Maktabah Syamilah
  1. Alisy, Muhammad , Minahul Jalil Syarh ‘ala Mukhtashor Sayyid Kholil, 1989M/1409 H, Dar al Fikr
  1. Az Zuhaili, Dr Wahbah, al Fiqh al islami wa adillatuhu , 1989, Dar al Fikr,  Damaskus Syuriah , cetakan ke 4
  1. Ba ‘Alawi, Abdur rahman bin Muhammad, Bughyah al Mustarsyidin, Dar al fikr
  1. Ibnu Qudamah, Abdullah bin Ahmad ( 1405 H ), Al Mughni fi Fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, Dar al Fikr Bairut Lebanon
x
Previous
Next Post »
Thanks for your comment