“Kalau saya harus bayar pajak 1%
dari penghasilan bruto, bisa mati pelan pelan usaha saya pak “
Kalimat
itu pernah saya dengar dari seorang pengusaha tour & travel di kota bogor,
tidak perlu disebutkan nama orang dan perusahaannya. Ungkapan tersebut menurut saya wajar, sebab ia
merupakan pengusaha yang bergerak dalam bidang jasa tour & travel dengan
pendapatan bruto tidak sampai 4,8 M
dalam setahun. Masih tergolong perusahaan kecil. Bila menurut ketentuan
perpajakan, pengusaha yang penghasilan brutonya masih dibawah 4,8 M selama
setahun, maka dikenakan pajak final dengan tarif 1% dari penghasilan brutonya,
ini berdasarkan PP 46 2013.
Dengan
jenis usaha yang bergerak dalam bidang jasa seperti di atas, tentu sangat berat
tarif pajak 1% dari penghasilan bruto, sebab kadang pengusaha hanya mendapat
keuntungan yang kecil dari jasa tersebut. Kalau harus dipotong 1% dari bruto,
jadi apa yang bakal diperoleh pengusaha, bisa jadi hanya “nombokin”. inilah
realita dan keluhan para pengusaha yang
usahanya masih skla kecil. Kondisi simalakama antara kerja keras mereka dan
kewajiban pajak, yang bisa menghabiskan keuntungan mereka karena menggunakan
dasar pengenaan atas penghasilan bruto, menjadi beban tersendiri di tengah
tengah geliat perkembangan UMKM.
Namun
para pelaku UMKM kini bisa bernafas lega dan berbahagia, beban berat pajak
final untuk UMKM mendapat perhatian langsung dari pemerintah. Kini, para UMKM
mendapat angin segar dari pemerintah terkait keluhan besarnya kewajiban pajak. Dalam
sebuah acara kemarin (07/03/2018), sebelum membuka sidang Dewan Pleno II dan
Rapimnas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Ballroom Hotel Novotel,
Tanggerang, Banten, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) menyampaikan akan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar
dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Bahkan lebih lanjut Jokowi berjanji bahwa penurunan
tarif pajak tersebut akan terlaksana pada akhir Maret ini.
Masih
dalam kesempatan itu juga, Presiden Jokowi menceritakan bahwa dirinya sempat
terlibat tawar-menawar seru dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Indrawati saat membahas pajak UMKM ini. Presiden Jokowi ingin pajak
serendah-rendahnya, sementara Sri Mulyani “ngotot” mempertahankan tarif
1% untuk menjaga pemasukan negara. Pada awalnya, Jokowi sebetulnya menawar kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk
menjadikan tarif pajak UMKM menjadi 0,25 persen tapi Menteri Keuangan “ngotot” dan menyampaikan 'Tidak bisa Pak’, bahkan Sri
Mulyani juga menyampaikan alasan kepada Presiden bahwa andai pajak UMKM ini
turunnya sampai sejauh itu (0,25 persen) akan mempengaruhi penerimaan,
pendapatan pemerintahan'. Oleh sebab itu disepakatillah 0,5 persen. Dan masih
akan dipersiapkan hasil kajian terkait dampak perubahan ini.
Perubahan
tarif pajak UMKM dari 1% menjadi 0.5% memang belum terealisasi dan masih
menunggu perubahan atas PP 46 2013, namun janji presiden tersebut setidaknya
sudah memberikan spirit bagi para pelaku UMKM. Beban pajak yang begitu besar
bisa sedikit berkurang, sehingga iklim
usaha di kalangan UMKM bisa terus bergairah. kini, pelaku UMKM bisa berfokus
kepada pengembangan usaha tanpa harus banyak memikirkan besarnya tarif pajak
yang harus dibayarkan kepada pemerintah. beban dan keluhan yang sejak dahulu
disuarakan akhirnya mendapat jawaban dari pemerintah.
ConversionConversion EmoticonEmoticon