GOOGLE KENAKAN PPN : INDONESIA SUKSES BERBURU PAJAK GOOGLE







Beberapa hari ini, media cetak maupun online diramaikan dengan berita pengenaan pajak PPN atas pemasangan iklan di google untuk akun Google Ads dengan alamat penagihan di Indonesia. Perdebatan pengenaan PPN ini sekaligus menjadi diskusi hangat hingga saat ini antara asosiasi pengusaha dan otoritas pajak (Dirjen Pajak). Ada yang setuju, tapi banyak juga yang merasa keberatan karena pembayaran jasa iklan di google akan semakin mahal. Menurut rilis berita yang terpercaya kebijakan Google untuk memungut PPN atas pihak yang memasang Iklan di google akan berlaku sejak 1 Oktober 2019 nanti. Siap siap tagihan Google Ads semakin naik 10% karena harus ada penambahan pembayaran PPN.


CERITA SINGKAT INDONESIA BERBURU PAJAK GOOGLE

Google sebagai perusahaan raksasa digital ini memang bukan sekali dua kali diburu oleh Dirjen Pajak. Bahkan bukan hanya di Indonesia, perburuan pajak Google ini juga dilakukan oleh banyak Negara. Dan apesnya masalah pajak Google ini masih menjadi suatu persoalan yang tidak mudah hingga saat ini. Walau demikian, Ditjen Pajak Indonesia terus melakukan upaya-upaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar kegiatan-kegiatan ekonomi Google yang berada di Republik Indonesia mau membayar pajak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada di Republik ini.
 

Dalam perburuannya pada tahun 2016, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menemukan dugaan bahwa Google telah memperoleh pendapatan mencapai Rp 6 triliun dari iklan yang dilakukan di Indonesia. Namun DJP kala itu mendapati Google tidak menyetorkan pajak. Akhirnya, Ditjen Pajak menyatakan bahwa penyedia layanan internet Google Asia Pasific sebagai BUT sejak April 2016. Atas status pengukuhannya itu, akhirnya Ditjen Pajak melayangkan surat untuk melakukan pemeriksaan awal.
 Namun, pihak Google Asia Pasific Pte Ltd di Singapura sebagai induk Google Indonesia mengirimkan surat penolakan. Alasannya, Google merasa tidak seharusnya dianggap memiliki BUT, sehingga tidak seharusnya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan soal pajak.



Hingga akhirnya Google mau diajak kerjasama dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan dan Ditjen Pajak. Negosiasi ini sangat dibutuhkan untuk menentukan besaran pajak yang harus dibayar oleh Google. Hasilnya, negosiasi yang dilakukan kala itu tidak mudah. Berkali-kali utusan dari DJP menyambangi kantor Goolge. Saat itu Google sebagai perusahaan yang berada di bawah nauangan perusahaan induk Alphabet Inc tersebut menolak untuk dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Google juga disebut-sebut keberatan dengan besaran pajak yang diminta oleh pemerintah Indonesia.

Kisah perburuan pajak perusahaan raksasa digital, Google ini akhirnya menuai hasil. Usaha usaha dan pendekatan yang telah dilakukan pemerintah untuk menagih pajak dari Google akhirnya membuahkan hasil. Tepatnya pada November tahun 2017 Google mau membayarkan besaran pajak yang diminta oleh pemerintah RI. Kabarnya, Google melakukan pembayaran dari Amerika Serikat, lalu ke Singapura, baru ke Indonesia.

Beberapa tahun terakhir ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani terus berupaya memaksimalkan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional, terutama di sektor digital seperti Facebook, Google, dan lain-lain. Beberapa langkah yang telah dilakukan Kemenkeu di antaranya penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang ditandatangani pada 1 April 2019. Dengan terbitnya PMK tersebut Indonesia memiliki kekuatan hukum yang kuat untuk berburu perusahaan penyedia layanan Over The Top (OTT) seperti Google, Facebook dan lainnya. Perusahaan OTT seperti Google, Youtube, Instagram dst. tidak bisa lagi mengelak membayar pajak, karena telah diatur secara tegas, bahwa komputer, agen elektronik, peralatan otomatis yang dimiliki, disewa dan digunakan, dinyatakan sebagai BUT yang kewajiban pembayaran pajaknya disetarakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri, baik Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).



Walhasil, Melalui situs resmi Google, pada Minggu (1/9/2019) PT Google Indonesia berencana mengenakan PPN untuk layanan Google Ads mulai 1 Oktober 2019. Kebijakan ini diterapkan pada pengguna layanan Google Ads dengan alamat penagihan di Indonesia. Nantinya Google akan mengeluarkan faktur sebagai reseller dari layanan Google Ads untuk pihak pemasang iklan yang berstatus PKP. Dengan begitu, pihak Google meminta pengguna layanan untuk memastikan NPWP, nama, dan alamat yang tersimpan di akun Google cocok dengan detail pendaftaran pajak. Pengenaan PPN 10 persen ini mewajibkan Anda untuk mengirim slip bukti potong pajak jika Anda ingin memotong pajak pemotongan 2 persen dari pembayaran Anda. Tentunya hal ini untuk menghindari saldo terutang di akun Google Ads Anda.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment