Akuntansi Syariah sudah berkembang seiring dengan perkembangan bisnis yang sesuai
syariah. Jumlah Standar akuntansi syariah yang telah dikeluarkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Syariah (DSAS-IAI) sudah mencapai 11 standar. PSAK Syariah
dimulai dari PSAKS 101 sampai PSAKS yang terbaru yaitu PSAKS 111. Draf Eksposur
(DE) PSAK 111 tersebut telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) berdasarkan rapat pleno tanggal 31 Mei 2017.
Pernyataan PSAK 111 ini bertujuan untuk mengatur akuntansi atas wa’d, khususnya
terkait pengakuan.
Sehubungan dengan PSAK Syariah 111, ada
beberapa ketentuan dan aturan yang diatur dalam PSAK Syariah 111 tentang
Akuntansi Wa’d sebagaimana berikut :
1.
Wa’d tidak diakui di laporan keuangan
Wa’d adalah
janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu. Dalam fatwa
DSN MUI No.84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Wa’d dalam transaksi keuangan dan bisnis
syariah diputuskan bahwa janji dalam aktifitas bisnis syariah bersifat mengikat
diantara pihak yang berjanji. Akan tetapi, sekalipun mengikat berdasarkan fatwa
DSN MUI, dalam tataran praktik pencatatan dan akuntansi entitas bisnis DSAS-IAI
memutuskan bahwa wa'd belum memenuhi kriteria aset atau
liabilitas sehingga tidak diakui dalam laporan keuangan ketika entitas memberi
atau menerima wa'd dari pihak lain. DSAS-IAI juga
mempertimbangkan konsistensi perlakuan akuntansi atas wa'd dengan
pengaturan dalam PSAK lain, seperti wa'd dalam murabahah dan ijarah yang diatur dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah dan PSAK 107: Akuntansi Ijarah.
2.
Klasifikasi SBS dalam repo syariah
Pada 2 April 2014 DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No.
94/DSN-MUI/ IV/2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan
Prinsip Syariah. Repo syariah harus dilakukan melalui jual beli yang
sesungguhnya. Berdasarkan Lampiran A – paragraf A17, dalam periode diantara
jual beli pertama dan jual beli kedua, pihak kedua mengukur SBS pada:
a.
biaya perolehan yang diamortisasi
secara garis lurus, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya
perolehan.
b.
nilai wajar dan perubahan nilai
wajarnya diakui di penghasilan komprehensif lain, jika SBS diklasifikasikan
sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain.
c.
nilai wajar dan perubahan nilai
wajarnya diakui di laba rugi, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada
nilai wajar melalui laba rugi.
3.
Selisih kurs item dilindung nilai diakui
di penghasilan komprehensif lain
Berdasarkan Lampiran B
paragraf B18, jika item yang dilindung nilai dalam suatu lindung nilai yang
memenuhi syarat akuntansi lindung nilai merupakan aset dan liabilitas yang
diakui (termasuk investasi neto pada kegiatan usaha luar negeri), maka bagian
dari keuntungan atau kerugian selisih kurs atas item yang dilindung nilai
tersebut diakui di penghasilan komprehensif lain hingga saat pelaksanaan wa’d.
Perlakuan akuntansi tersebut merupakan pilihan bukan keharusan.
Selain itu, Perlakuan akuntansi untuk penyusunan laporan
kauangan entitas yang memiliki aktifitas transaksi berdenominasi mata uang
asing atau aktifitas bisnis di luar negeri juga mengikuti ketentuan yang diatur
dalam PSAK 111 khususnya terkait pengakuan selisih kurs akibat penilaian
kembali aset atau liabilities berdenominasi mata uang asing menjadi mata uang
fungsional (rupiah).
PSAK 111 ini berlaku efektif pada untuk periode tahun buku yang
dimulai pada 1 Januari 2018. Ketentuan transisi yang diatur dalam PSAK 111
adalah prospektif dengan ketentuan entitas melakukan penyesuaian atas transaksi
repo syariah, lindung nilai syariah, dan transaksi lain yang ada pada saat
tanggal awal penerapan PSAK 111 (prospective catch-up).
ConversionConversion EmoticonEmoticon