Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) dalam
pembangunan dan kemajuan perekonomian Indonesia tidak bisa diragukan lagi. Berdasarkan
data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) UMKM
mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja sekitar 97% dari seluruh tenaga kerja
nasional dan mempunyai kontribusi terhadap produk domestik bruto ( PDB )
sekitar 57%. Lebih dari separoh PDB negara Indonesia disumbang oleh sektor UMKM
bukan korporasi atau perusahaan besar. Namun demikian, persoalan klasik seputar
pembiayaan dan pengembangan usaha masih tetap melekat pada UMKM. Pemerintah mencatat,
pada 2014 dari 57,8 juta UMKM yang ada di seluruh Indonesia, baru 30% yang mampu mengakkskes pembiayaan untuk
meningkatkan kapasitas produksi atau ekspansi bisnis. Tentu angka yang sangat
kecil. Dari presentase tersebut sebanyak 76,1% mendapat kredit dari Bank dan 23,9%
mengakses dari non bank seperti usaha simpan pinjam. Dengan artian, sekitar
60%-70% dari seluruh sektor UMKM belum mempunyai akses pembiayaan melalui
perbankan
Diantara masalah klasik di atas salah satu faktor
dominan yang menjadikan rendahnya tingkat UMKM yang bankable atau layak
mendapat pembiayaan bukanlah karena faktor produk atau kemampuan pengembalian pengusaha
melainkan lebih kepada faktor lemahnya managerial bisnis UMKM salah satunya
adalah bagian pembukuan atau pencatatan. Kesadaran untuk mencatatan semua
transaksi dan membuat laporan keuangan atas aktifitas bisnis UMKM masihlah
sangat rendah bahkan bisa dibilang sangat minim. Banyak alibi dan alasan yang
mendasari hal tersebut, mulai dari ribet, susah, rempong dan lainnya.
Sehubungan dengan tersebut, kini para pelaku UMKM bisa
mendapatkan angin segar seputar pencatatan dan pelaporan keuangan. Melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi yang menaungi seluruh akuntan
di Indonesia, senantiasa memenuhi komitmennya untuk turut memajukan
perekonomian negara. Sebagai bagian organisasi IAI yang mempunyai otonomi untuk
menyusun dan mengesahkan standar akuntansi keuangan, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) IAI telah mengesahkan Exposure Draft Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (ED SAK EMKM) menjadi
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM) dalam
rapatnya tanggal 24 Oktober 2016. Hal ini menjadi bukti besarnya perhatian IAI untuk seluruh
pelaku ekonomi, terutama EMKM. SAK EMKM ini sengaja dibuat sederhana agar menjadi Standar
Akuntansi Keuangan yang mudah dipahami oleh sekitar 57,8 juta pelaku UMKM.
Kerangka pelaporan keuangan
SAK EMKM ini diharapkan dapat membantu entitas dalam melakukan transisi dari
pelaporan keuangan yang berdasar kas ke pelaporan keuangan dengan dasar akrual.
Penerbitan SAK EMKM ini diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong literasi
keuangan bagi UMKM di Indonesia sehingga memperoleh akses yang semakin luas
untuk pembiayaan dari industri perbankan. Kedepannya, SAK EMKM ini juga
diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan dan pengembangan pedoman atau panduan
akuntansi bagi UMKM yang bergerak di berbagai bidang usaha. SAK EMKM ini akan
berlaku efektif per 1 Januari 2018 dengan penerapan dini diperkenankan.
Abd Rohim
Co-Founder of Klinik Akuntansi UMKM
islamic Accounting
ConversionConversion EmoticonEmoticon